Rabu, 24 November 2010

Mesin-Mesin Pembuat Manusia

Dulu, ketika masih melanjutkan studi di Lancaster Inggris, dan mendalami sebuah
bidang yang bernama the social construction of technology, banyak sahabat dan
profesor yang meragukan kalau bidang ini memiliki masa depan yang meyakinkan.
Entah dari mana datangnya keyakinan saat itu, saya cuek saja dengan keraguan
sahabat-sahabat di atas. Sekian tahun setelah semua itu berlalu, ternyata pilihan
saya tidak keliru. Di tahun-tahun terakhir, saya berhadapan dengan antrean panjang
undangan menjadi nara sumber di bidang teknologi informasi (TI). Bukan karena
saya seorang pakar TI, tetapi karena segi sosial dari teknologi menarik minat banyak
sekali orang.

Ini juga terjadi ketika Microsoft Indonesia meluncurkan produk baru mereka dengan
nama Microsoft XP awal Juni 2001. Di depan ratusan pimpinan puncak perusahaan
serta manusia-manusia TI, saya harus bertutur tentang pergeseran-pergeseran
peran TI dalam komunitas manusia. Sebagaimana pernah saya tulis sebelumnya,
terjadi pergeseran yang amat meyakinkan, dari fungsi TI yang paling tradisional
dalam bentuk supporting function kemudian menuju automating, informating,
reformatting dan kemudian enlightening.
Bagi saya fungsi-fungsi supporting, automating, informating, secara meyakinkan
sedang berlalu dan siap-siap untuk lenyap dari peredaran. Dan tanpa kesadaran
yang meyakinkan, umat manusia sedang diformat ulang (reformatting) oleh TI. Lihat
cara kita bekerja, cara kita hidup, cara anak-anak kita berpacaran, semua dirubah
secara meyakinkan oleh TI.
Saya mengelola sebuah perusahaan dengan dua ribu orang karyawan di Jawa
Tengah dan sebuah perusahaan konsultan di Jakarta, serta melaksanakan tugas
sebagai pembicara publik di banyak kota, plus hobi harus menulis tujuh tulisan dalam
sebulan. Semua itu tidak hanya berjalan relatif tanpa hambatan, tetapi bergerak dari
satu kemajuan menuju kemajuan yang lain.
Di satu kesempatan harus menunaikan tugas sebagai anak yang harus menengok
orang tua di kampung yang tidak dijangkau telepon di Bali Utara sana, toh semua
pekerjaan dan kegiatan di atas bisa berjalan. Tidak ada dunia kiamat kalau kantor
ditinggalkan seminggu lebih. Bahkan kerap tidak ada bawahan yang tahu kalau saya
berada di kampung sana.
Ini baru cara kerja. Cara hidup saya berubah total oleh TI. Menelepon isteri di rumah
– terutama karena hampir setiap minggu terbang meninggalkan Jakarta – hampir
dilakukan setiap hari. Puteri saya kerap mengirim pesan-pesan SMS yang
menyejukkan. Putera saya yang kedua kadang mengirim ‘bunga’ lewat e-mail.
Sebelum pulang melakukan synchronize terhadap personal digital assistant,
kemudian mengerjakan semua sisa e-mail di tengah kemacetan Jakarta. Sehingga
sampai di rumah, kepala sudah kosong dengan pekerjaan, kemudian hanya
memikirkan anak-anak dan anak mertua.
Cara anak-anak kita berpacaran diformat lain lagi oleh teknologi. Dulu, ketika saya
berpacaran dengan seorang wanita yang sekarang sudah menjadi Ibunya anak-anak,
setiap Sabtu malam harus datang bertamu, bercakap-cakap seperlunya denga calon
mertua, dan seterusnya. Sekarang, tidak sedikit anak-anak remaja yang berpacaran
dengan cara chatting. Tidak keluar rumah, hanya duduk di depan komputer, namun jangan pikir tidak ada resiko. Kata-kata yang digunakan, tidak sedikit kata-kata kotor
yang tidak pernah digunakan orang tua mereka dulu.
Dalam totalitas, TI sudah menjadi serangkaian mesin yang sedang membuat kita.
Tanpa kesiapan yang memadai, merekalah yang akan menguasai kita. Bukan tidak
mungkin, kalau suatu saat TI akan menjadi pemerintah komunitas manusia. Dan
celakalah kita dibuat oleh teknologi yang kita buat ini.
Oleh karena kekhawatiran inilah, kemudian saya mengajak banyak sahabat-sahabat
TI untuk masuk ke enlightening function of IT. Di mana, TI tidak saja perlu kita
‘nikahi’, tetapi juga digunakan sebagai sumber-sumber yang bisa mencerahkan
hidup dan kehidupan. Sebut saja situs-situs internet yang mengajarkan Yoga,
meditasi, atau pengetahuan-pengetahuan agama. Dan lebih dari sekadar
menghadirkan pengetahuan-pengetahuan yang mencerahkan, kemanjaankemanjaan
yang dihadirkan TI (sebagai contoh Microsoft XP yang baru diluncurkan),
bisa memberi kita banyak waktu untuk beryoga, meditasi, pergi ke Mesjid, Gereja
atau memberi kita lebih banyak waktu untuk melakukan refleksi.
Saya bisa melakukan meditasi setidak-tidaknya dua kali sehari, menemui anak dan
isteri setiap hari dari tempat yang amat jauh sekalipun, dan bisa mengerjakan
pekerjaan apapun tanpa batas ruang dan waktu yang terlalu mengganggu. Dan
semua itu bisa dilakukan, karena ada dukungan-dukungan TI. Maka dari itulah,
sejalan dengan Compaq yang menempatkan TI sebagai inspiration technology, saya
menempatkannya sebagai enlightening technology. Sebagai kendaraan untuk
mencapai tujuan-tujuan hidup yang mencerahkan. Dengan semakin banyak waktu
untuk keluarga, membaca, bermeditasi, beryoga – dan ini sangat dimungkinkan oleh
kehadiran TI, bukankah hidup dan kehidupan kemudian membawa kemungkinan
pencerahan yang lebih tinggi?. Dan yang lebih penting lagi, dengan cara itu, kita bisa
mengurangi kemungkinan dibuat ulang oleh mesin-mesin yang bernama teknologi.

Baca selengkapnya......
READ MORE - Mesin-Mesin Pembuat Manusia

Menemukan Harta Karun Termahal

Salah satu jenis film tontonan yang kerap saya lihat dulu ketika berumur masih amat
muda, adalah perjalanan sejumlah orang mencari harta karun di tempat yang amat
jauh. Menarik, seru dan menegangkan, itulah alasan kami ketika itu duduk di bioskop
atau di depan tv ber jam-jam. Menarik, karena menghadirkan pengalaman perjalanan
yang disertai pemandangan daerah pedalaman yang indah. Seru, sebab disertai
adegan-adegan yang susah ditebak arahnya. Menegangkan, terutama karena
serangkaian tantangan berat senantiasa menghadang di depan mata.

Ketika itu, tidak pernah terbayangkan sedikitpun kalau perjalanan hidup ini amat
serupa dengan perjalanan mencari harta karun. Menarik, tentu saja karena
pemandangan-pemandangan yang hadir di depan mata demikian bervariasi.
Demikian menarik dan asiknya, sampai-sampai ada banyak sekali orang yang tidak
sadar kalau satu tahun sudah berlalu. Atau tiba-tiba baru sadar kalau umur sudah
tua, terutama setelah melihat putera-puteri beranjak dewasa. Disamping
mengasikkan, ada tidak sedikit manusia yang amat takut kematian. Apa lagi
sebabnya kalau bukan karena daya tarik sang hidup yang demikian memikat.
Disamping menarik, perjalanan sang hidup juga seru, sebab tidak jarang terjadi kita
harus ‘berperang’ dengan banyak kekuatan. Ada perang melawan diri sendiri, ada
perang melawan ketidakjujuran, ada perang melawan ketertindasan, dan masih
banyak lagi perang lainnya. Dan terakhir tentu saja juga menantang, secara lebih
khusus karena tidak seorangpun tahu bagaimana persisnya wajah masa depan.
Tiba-tiba tanpa persiapan memadai ia hadir di depan mata.
Bedanya, kalau dalam film-film di atas, jelas dan tegas harta karunlah yang
digunakan sebagai sasaran buruan. Dalam perjalanan kehidupan, sasaran
buruannya disamping berbeda dari satu orang ke orang yang lain, juga bergerak dan
berubah sejalan dengan kedalaman renungan masing-masing.
Ada memang sekumpulan manusia yang seluruh hidupnya hanya digunakan mencari
harta dan tahta. Dan bahkan sampai di ujung kehidupanpun masih menangisi harta
yang ditinggalkan. Di bagian lain, ada juga manusia yang sama sekali tidak perduli
akan harta dan tahta. Satu-satunya yang ia perdulikan hanyalah perjalanan menuju
Tuhan. Di antara dua kutub ekstrim ini, kadang ada sisa-sisa renungan yang tercecer.
Sekaligus menghadirkan pertanyaan mendasar, apakah yang kita cari dalam
perjalanan hidup yang demikian melelahkan ini?
Bagaimana tidak melelahkan, saya menghabiskan hampir dua puluh tahun duduk di
bangku sekolah formal. Bergelut dengan kehidupan kerja hampir enam belas tahun.
Berkelana dalam kehidupan pernikahan yang banyak godaan telah delapan belas
tahun. Tidak sedikit di antaranya diwarnai air mata kesedihan, perang hati nurani,
bahkan kadang mengancam nyawa. Dalam rangkaian perjalanan seperti ini, sangat
layak kalau bertanya ulang, apa yang kita cari?
Entah sampai di tataran pemahaman mana perjalanan Anda sejauh ini, tetapi
semakin saya selami dan dalami, semakin saya tahu kalau hidup adalah sebuah
perjalanan ke dalam diri. Berbeda dengan harta karun yang harus kita cari, dan
membawa kemungkinan terbukanya sebuah penemuan, harta karun kehidupan ada
pada proses belajar. Ya sekali lagi ada pada proses belajar. Bukan pada tujuan
akhirnya. Ini penting untuk dipahami dan didalami, karena perjalanan menemukan
diri sendiri adalah sejenis perjalanan yang tidak mengenal garis finish.
Karena tidak ada titik akhirnya inilah, maka saya menaruh banyak hormat kepada
sejumlah pilosopi timur yang menekankan pentingnya hidup di hari ini (living in the
now). Tidak sekadar hidup berfoya-foya dan menghabiskan kenikmatan tentunya.
Melainkan, hidup penuh kesadaran dan rasa syukur. Pada kesempatan lain, saya
memang pernah mengutip tingkatan-tingkatan manusia ala seorang sahabat
pengusaha. Dari manusia bodoh, pintar, licik sampai dengan manusia beruntung.
Dan konon manusia beruntunglah yang tidak bisa dikalahkan oleh manusia licik.
Bercermin pada pentingnya hidup penuh kesadaran di hari ini, ada manusia yang
lebih berbahagia dibandingkan manusia yang beruntung, yakni manusia yang tidak
lagi terikat pada apapun. Ketika dipuja karena berada di atas, ia yakin harta dan
tahtalah yang dipuja orang. Tatkala dihina karena jatuh ke lumpur kehidupan,
ketiadaan harta dan tahta yang membuatnya jadi demikian. Dengan kata lain, diri ini
yang sebenarnya tidaklah pernah disentuh pujian dan makian. Oleh karena itu,
kenapa mesti gembira ketika dipuji dan menangis ketika dimaki? Demikianlah pilihan
sikap manusia-manusia langka yang sudah bebas dari keterikatan.
Tidak ada satu kekuatanpun yang bisa mendikte orang jenis terakhir. Ketika sibuk
dalam kerja ia menikmati kerjanya dengan suka cita. Tatkala PHK menghadang ia
habiskan waktunya untuk belajar pilosopi dan agama. Mana kala anak-anak masih
kecil, kita ajak mereka hidup dalam tawa dan canda. Dan bila mereka sudah besar
dan mandiri, kalau dibantu hidup syukur, kalau tidak dibantu bisa jadi jalan hidup
sudah seperti itu.
Dalam hidup yang tidak lagi dibelenggu keterikatan, yang ada hanyalah kebebasan
dan keikhlasan di depan Tuhan. Entah Anda setuju entah tidak, sampai dengan
perjalanan hidup saya sekarang, inilah berkah dan harta karun terbesar yang pernah
diberikan ke saya. Dengan kerendahan hati di depan Tuhan, saya hanya bisa
berucap lirih: "terima kasih Tuhan!".

Baca selengkapnya......
READ MORE - Menemukan Harta Karun Termahal

Entri Populer

Sigueme en Twitter